Udang Petai Tempoyak


Projek saya pagi ini adalah mengedukasi Pak Suami dengan tempoyak. Kebetulan kemaren pas belanja ketemu sama yang jual tempoyak. Sengaja beli tempoyaknya yang kemasan paling kecil. Kan cuma buat coba-coba doang. Jadi inilah hasil saya mengedukasi Pak Suami dengan tempoyak. Hasilnya.... makan sih, tapi sedikit, sisanya ya saya yang habiskan, aneh katanya.

Pak Suami yang dibesarkan oleh campuran jawa dan sulawesi tentu saja belum pernah kenal dengan tempoyak. Makan durian atau durian yang diolah jadi cake sih biasa, tapi ya dengan tempoyak belum kenal. Dulu pun Almarhum Bapak yang orang jawa ga suka dengan tempoyak.

Tempoyak familiar di daerah Bengkulu, Palembang, Lampung dan Kalimantan. Selain itu, makanan ini juga terkenal di Malaysia. Menurut Wikipedia, tempoyak diriwayatkan dalam Hikayat Abdullah sebagai makanan sehari-hari penduduk Terengganu. Ketika Abdullah bin Abdulkadir Munsyi berkunjung ke Terengganu sekitar tahun 1836, ia mengatakan bahwa salah satu makanan kegemaran penduduk setempat adalah tempoyak. Berdasarkan sejarah yang ada dalam Hikayat Abdullah, tempoyak merupakan makanan khas rumpun bangsa Melayu, yaitu suku bangsa Melayu di Malaysia dan Indonesia yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan.

Apa rasa tempoyak? Jika belum diolah, rasa tempoyak itu asin, asam, dan sedikit manis. Jika sudah diolah ke dalam masakan, yang tercium hanya aroma duriannya yang sangat kuat. Tempoyak bisa dicampurkan ke dalam ayam, ikan, udang, dan juga sambal. Apa tempoyak bisa dimakan begitu saja? Bisa, asal kuat aja dengan rasa asamnya.

Kalau di Pontianak, pas lagi panen raya, bakal banyak tempoyak yang dijual karena durian yang sudah beberapa hari belum laku terjual mulai berasa asam. Nah, durian yang mulai asam itu yang diambil untuk difermentasi menjadi tempoyak.

Kali ini tempoyaknya saya coba masak udang dan petai. Pake santan juga. Di resep pake santan sedikit, karena males cairin santan kental yang ada di freezer, saya pakai santan instant. Ternyata, jika menggunakan santan instant itu ga bakal keluar minyak dari santan. Walau semua bumbu sudah hampir kering dan santan juga sudah dimasak lama, tapi ya tetep gitu aja penampakannya. Ga akan memisah antara air dan minyaknya. Makanya penampakan udang dan petai saya ga jelas gini. Udang ketutup sama bumbu, cuma petainya doang yang kelihatan. Ya sudahlah..

Resep saya ambil dari bukunya Primarasa - Hidangan Eksotik Nusantara

Bahan:
12 ekor (kurleb 500 gram) udang berukuran besar (saya pakai udang ukuran sedang)
2 sdm minyak goreng
2 batang serai bagian putih, memarkan
5 lembar daun jeruk
200 gram tempoyak
2 papan petai, ambil isinya
10 butir cabai rawit merah (saya ga pake)
75 ml santan kental
1 sdm air asam jawa
1 sdt garam
1/4 sdt gula pasir
1 lembar daun kunyit, iris halus

Bumbu Halus:
5 buah cabai merah besar
5 buah cabai rawit merah (saya ga pake)
3 cm jahe
6 butir bawang merah
3 siung bawang putih

Cara Membuat:
- Kupas udang, biarkan ekornya. Belah punggung udang keluarkan urat hitam yang ada di dalamnya, cuci bersih, sisihkan.
- Panaskan minyak dalam wajan, masukkan serai dan daun jeruk, tumis hingga baunya harum. Masukkan bumbu halus, tumis hingga bumbu matang. Tambahkan tempoyak, aduk sesekali.
- Masukkan petai, cabai rawit, dan santan, masak terus sambil diaduk hingga mendidih. Tambahkan udang dan air asam jawa, aduk hingga udang berubah warna dan tercampur rata dengan bumbu. Tambahkan garam dan gula, aduk sebentar.
- Masukkan irisan daun kunyit, aduk dan masak sebentar, angkat. Hidangkan bersama nasi putih hangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar