Mie Telur

 

Postingan ini saya ikutkan untuk NCC Masakan Ibu Week. Yang belum ikut, ikutan yuk.

Cerita soal ibu, saya memanggil ibu saya Mamak. Mamak saya sudah meninggal dari tahun 2009 karena komplikasi dari diabetes. Mulai kena diabetes tahun 2007. Sebelum sakit, Mamak yang memasak untuk kami sekeluarga. Ketika mulai sakit, seluruh pekerjaan rumah tangga dibebankan kepada saya sebagai anaknya satu-satunya. Tidak mudah bagi saya pada saat itu karena tidak banyak resep yang saya tahu. Jadinya saya masak ya itu-itu saja. Ayam goreng, ikan goreng, makan nuget kemasan, atau beli jadi di kantin kampus.

Kondisi mamak memang tidak memungkinkan beliau untuk membantu saya melaksanakan pekerjaan rumah tangga. Karena diabetesnya itu, semua jari di kaki kanannya putus. Itu yang sangat membatasi geraknya. Karena mamak tiap hari harus makan bubur, terkadang beliau yang masak bubur setelah sholat subuh. Sambil tungguin bubur, beliau duduk di depan kompor dengan kursi makan, sambil duduk masih sambil mengaji pula. Hanya sebatas itu yang bisa Mamak lakukan untuk membantu saya.

Dalam kondisi sakitnya itu, Mamak masih semangat cari rejeki di toko kami toko cetakan kue. Dengan kondisi susah payah seperti itu, masih tiap hari ke toko, pakai motor boncengan dengan Bapak. Masya Allah..


Seingat saya, ketika Mamak sehat, Mamak jarang masak yang beraneka jenis. Palingan mentok di ayam goreng dan ikan goreng. Kalau mau yang lebih, biasanya beli di rumah makan padang. Saya maklumi itu, tidak mudah membagi waktu memasak bermacam jenis hidangan sedangkan Mamak diburu waktu untuk ke toko. Tapi Mamak senang mengumpulkan dan mencatat resep dari majalah dan koran. Saya yakin, mamak lebih suka mengumpulkan resep dari pada mencobanya. Sama seperti saya, banyaknya resep yang disimpan ga sebanding dengan yang saya uji coba. Jadi untuk NCC Week ini, saya menggunakan resep dari catatan mamak yang beliau tulis di agendanya. Resep ini saya tulis ulang dengan bahasa yang lebih mudah dipahami. Tahu sendiri kan resep jaman dulu takarannya seperti apa. Itu pun masih pakai ilmu kira-kira untuk mengartikan penjelasannya.

Untuk yang pertama saya setor mie telur. Seperti inilah penampakan mie yang asli itu. Di resep dituliskan pakai pewarna kuning. Nahh berarti mie basah yang dijual di pasaran itu menggunakan pewarna kuning. Yang asli tanpa pewarna itu butek warnanya, coklat muda ga jelas gitu lah. Yang pasti memang tidak menarik warnanya, tapi ya jauh lebih sehat. Mie ini bisa digunakan untuk apa saja. Mie kuah, mie goreng, atau dimasak ala-ala masakan tradisional juga bisa.


Resep diambil dari catatan resep Mamak.

Bahan:
500 gram terigu (saya gunakan terigu protein tinggi)
2 buah telur
2 sdm air ki (air ki itu air endapan dari abu merang, fungsinya sebagai pengawet alami pada makanan, saya ga pake)
1 gelas air hangat (saya menggunakan takaran cup, jangan dimasukkan sekaligus, saya hanya menggunakan 2/3 bagian saja)
1 sdt garam
Pewarna kuning (saya ga pake)

Cara Membuat:
- Telur dkocok dengan menggunakan garpu, masukkan terigu, air ki, air hangat, garam, dan pewarna kuning. Aduk sampa rata, remas hingga adonan kalis.
- Gilas adonan hingga tipis, taburi terigu, giling di mesin penggiling mie, hasil mie yang keluar langsung diberi terigu, giling hingga adonan habis. (karena saya simpan untuk waktu yang lama, mie saya timbang @80 gram, masukkan ke dalam plastik, simpan di dalam freezer)
- Masak mie di air mendidih selama 5 menit. Angkat. Taruh mie di air dingin, tiriskan. Beri minyak pada mie supaya tidak lengket. Mie sudah siap untuk diolah kembali. Jika ingin disimpan lebih lama, mie bisa dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar